Kamis, 09 Januari 2014

Ibu-ibu dari sebuah desa di Manggarai, NTT, sedang menenun karyanya yang bermotif/gaya khas Manggarai

MANGGARAI  dikenal penghasil kopi dan vanili.
Pembentukan keluarga batih terdiri dari bapak, mama dan anak-anak yang disebut Cak Kilo. Perluasan Cak Kilo membentuk klen kecil Kilo, kemudian klen sedang Panga dan klen besar Wau.
Beberapa istilah yang dikenal dalam sistim kekrabatan mayarakat mManggarai antara lain Wae Tua (turunan dari kakak), Wae Koe (turunan dari adik), Ana Rona (turunan keluarga mama), Ana Wina (turunan keluarga saudara perempuan), Amang (saudara lelaki mama), Inang (saudara perempuan bapak), Ema Koe (adik dari bapak), Ema Tua (kakak dari bapak), Ende Koe (adik dari mama), Ende Tua (kakak dari mama), Ema (bapak), Ende (mama), Kae (kakak), Ase (adik), Nana (saudara lelaki), dan Enu (saudara wanita atau istri).
Strata masyarakat Manggarai terdiri atas 3 golongan, kelas pertama disebut Kraeng (Raja/bangsawan), kelas kedua Gelarang ( kelas menengah), dan golongan ketiga Lengge (rakyat jelata).
Jaman dahulu, Raja mempunyai kekuasaan yang absolut, upeti yang tidak dapat dibayar oleh rakyat diharuskan bekerja rodi. Kaum Gelarang bertugas memungut upeti dari Lengge (rakyat jelata). Kaum Gelarang ini merupakan penjaga tanah raja dan sebagai kaum penyambung lidah antara golongan Kraeng dengan Lengge. Status Lengge adalah status yang selalu terancam. Kelompok ini harus selalu bayar pajak, pekerja rodi, dan berkemungkinan besar menjadi hamba sahaya yang sewaktu-waktu dapat dibawa ke Bima dan sangat kecil sekali dapat kembali melihat tempat kelahirannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar